Label

Minggu, 02 Desember 2012

Takami No Kenbutsu

I

di malam hari seperti ini, hawa Kota Batu bukan lagi sejuk. dinginnya menusuk-nusuk. latihan yang selama ini berulang kali kami jalani seperti menjadi musproh dan tampak tiada guna. kami berenam (Sultoni, Munawwir, Dullah, Bagus , Subakir, dan aku) terbiasa disiksa dengan pelatihan khusus laiknya Kopassus, Kopaskhas dan Kopaska. yah, pelatihan bulanan kami sama seperti yang diterapkan pula pada Navy SEAL Amerika serikat maupun KGB Rusia. berendam di bawah air terjun selama tiga hari tiga malam tanpa diperbolehkan mentas, bahkan sekedar makan dan minum; terkecuali salat berjamaah lima waktu yang hanya berdurasi 25 menit. yang kusebutkan tadi hanya menjadi tes awal.

kami berenam adalah Garda Khowasul Khowas; kami secara langsung dibawahi instruksi dan arahan dari ketua PB (Pengurus Besar) tanpa diketahui oleh banyak anggota organisasi dimana kami bernaung. jumlah kami pun sangat terbatas. kami hanya berjumlah delapan orang; mengikuti filosofi arah mata angin. selain kami berenam, dua anggota lainnya adalah kedua pelatih kami yang sekaligus menjadi komandan dan wakilnya.

malam hari di puncak Batu kali ini, kami sedang ditugaskan untuk mengikuti konferensi tingkat nasional dari salah satu badan otonom dari organisasi kami. secara resmi, undangan yang kami terima diatasnamakan perwakilan dari cabang kota masing-masing dari kami. penugasan selam seminggu di puncak batu ini cukup sederhana; mengawal keberlangsungan acara berikut melaporkannya secara berangsur, serta misi khusus melacak adanya kepentingan dari kalangan luar yang coba disisipkan dalam program-program yang akan disusun untuk masa 3 tahun ke depan.

misi seperti ini sangat disukai oleh Subakir , Munawwir dan Bagus. ya, mereka sangat mengidolakan Jason Bourne dan Ethan Hunt. sedang dua orang lainnya lebih tertarik pada isu-isu mistik dan klenik. seorang diri, aku lebih menyukai berhadapan secara gentle sembari menikmati harum aroma darah lawan tarungku. jika aku tidak bisa menikmati sepekan di puncak, aku akan menjadi satu-satunya alien di arena konferensi perang kepentingan di badan otonom yang bergerak di ranah pemberdayaan pemuda dan pemudi organisasi kami.

malam ini adalah malam kedua kami berada di Villa Pandawa. sebagai koordinator lapangan, aku hanya memantau dan memberi otoritas dalam setiap aksi; termasuk pelaporan data-data yang harus dikirim pada komandan. di ruang terbuka inilah aku terbiasa mengecek data-data selama sehari yang dikumpulkan kawan-kawan. ruang terbuka ini cukup memberiku inspirasi dan membuka kepenatanku.

hiruk pikuk anggota konferensi nasional yang sedang menikmati santap malam di ruang prasmanan terdengar cukup nyaring dari tempatku berada yang berjarak 150 m. kurasa, mereka semakin mirip dengan mayoritas anggota DPR yang selama ini sering mereka demo karena sikap hedonis. selebihnya, untuk urusan pribadi dan personal yang baik-bijak-bestari, kuyakini pasti ada meski hanya berapa persen dai keseluruhan.

dalam laporan yang sudah aku cek selama dua hari ini, ada beberapa pribadi yang mendapat sorotan secara khusus oleh kawan-kawanku. Empat orang yang telah berulang kali disebut dalam laporan tersebut memiliki basis massa pendukung yang cukup militan. Ahmad Ammar (AA) seorang putra pengusaha sukses dan Kalimantan yang sedang menempuh s3 di bidang teknologi Hankam di Jerman. menariknya, ia masih berusia 27 tahun, yang tentunya mengindikasikan kompetensinya.

Masyrifah (MAS) berusia 24 tahun seorang putri rektor Universitas ternama di Jawa Barat. ia sedang menempuh studi hukum strata 2 untuk yang kedua kalinya di Inggris. Hindun (HD) merupakan yang termuda, 21 tahun, di antara keempatnya. ia sedang menyelesaikan tesis berkaitan gejala sosial suku melayu dan ia merupakan putri tunggal dari tokoh masyarakat di suku Melayu. dan, yang terakhir, Adela (ADE) berusia 22 tahun. saat ini sedang menempuh s2 konsentrasi keuangan islam. kabar terakhir menyebutkan, ia sedang menyusun tesis mengenai strategi dan perspektif baru berkenaan kredit mikro. seperti yang lainnya, ADE pun mengikuti masuk kategori "buah jatuh 'tak jauh dari pohonnya". ADE merupakan putri sulung dari seorang ahli ekonomi Syari'ah.

dari empat nama tersebut, saya mengenal mereka cukup baik. bahkan, untuk beberapa nama, saya telah mengantongi informasi seputar hal-hal yang mereka sukai dan yang menjadikan mereka paranoid. secara pribadi, aku tidak mengenal mereka secara akrab. aku hanya mengenal mereka sebagai sesama anggota dan lawan politik di arena kecil dalam badan otonom ini. sejujurnya, aku tidak terkesan menjalani peranan politisi di Banom ini. sebagaimana pernah kusebutkan, aku lebih menyukai permainan terbuka walaupun berkeringat darah.

keempat pribadi tersebut, sebagaimana data yang disusun oleh kawan-kawan, dicurigai mengusulkan dan memasukkan kepentingan mereka dalam program tritahunan badan otonom yang menggerakkan para pemuda dan pemudi di organisasi ini. isu ini menguat sejak dua tahun sebelumnya, yang berujung penugasanku menjadi "politisi" dan wayang di Banom ini. data-data yang disusun oleh kawan-kawan selama mengikuti konferensi sepekan ini semakin memperkuat indikasi kecurigaan.

"elang kepada garuda, dua objek terindikasi menuju ke sarang,"  Bakir membangunkanku dari autismeku terhadap layar laptop. "siaga, gan... garuda nyimak aja dari puncak dunia," jawabku sekenanya.

tidak lebih dari 25 detik, ADE dan HD berjalan menghampiriku. tawaran snack yang mereka bawa tidak menarik perhatianku, kecuali buah kesukaanku sepiring buah durian. "terima kasih, kalian tahu apa yang kumau," senyum nyengir khas menutup sapaanku pada mereka berdua.

"masih saja sibuk dengan keasyikan pribadi, sangat menggambarkan namamu, Wahidi," ADE mulai buka suara setelah mengetahui piring snack bawaannya 'tak tersentuh olehku. aku menyilahkan mereka untuk duduk bertiga menemaniku. "kamu masih suka memainkan game strategi itu, yah??" HD mulai menunjukkan keakraban kami. "tentu saja aku tidak sedang memainkan game bola tanpa stick di tangan seperti ini!!" tegasku dengan gaya tersinggung. "ahihihi," mereka berdua tertawa renyah.

"ngomong-ngomong, nih..." kalimat ini biasanya menjadi prolog topik serius, "kenapa kamu tidak mengusulkan pelatihan programing dan semacamnya? setidaknya, banom ini tidak hanya menunggu dari orang yang cuma itu-itu aja ketika hendak menginstall ulang ataupun setting ISP," ditinjau dari tarikan napas ADE, sepertinya kalimat tersebut belum benar-benar diakhiri. "hemat. baik dari segi waktu, biaya dan sdm".

"seperti katamu tadi, namanya aja Wahidi, ia pasti ingin menjadi satu-satunya," ucapan menohok dari HD mengusik integritasku. "kalian, para wanita, selalu mengedepankan pre asumsi. sebaiknya kalian jangan puas dan berhenti di tahapan prematur seperti itu," cerocosku. "kalian kira, kesendirianku ini murni bermain game?? maket dan planning sedang kususun mengarah kesana. aku tidak ingin menjadi kepiting rebus bila tidak menyiapkan usulanku dengan baik dan rapi," tegasku.

"ok, ok, sepertinya efek buah durian telah bereaksi nih. sabar juga, akang..." HD mencoba melumerkan suasana. "kamu orang Melayu, ga cocok ngomong boso jowo, tauuk?!" ucapku sambil tersenyum.

Sabtu, 01 Desember 2012

Tanah Impian Tanah Yang Dijanjikan


beberapa hari ini, pemberitaan seputar Israel dan Palestina gencar memenuhi media-media, selain pemberitaan "eker" Suriah. dua kasus tersebut memiliki banyak kemiripan ditinjau dari aspek sejarah. keduanya merupakan "kota tua" yang telah didiami oleh masyarakat manusia sejak jaman baheula. namun, pada bagian ini, kita tidak sedang membincangkan hal tersebut. esai ini lebih tertarik memperbincangkan "keakraban" bangsa Israel dan bangsa Palestina yang telah tersaji sejak tempo "doeloe beudt".

bangsa Palestina dan Bangsa Israel termasuk suku bangsa yang mampu bertahan lama. tidak seperti suku bangsa-suku bangsa tua lainnya yang telah lenyap dan hanya meninggalkan jejak artefak sejarah. esai ini akan merunut sejarah kedua bangsa tersebut yang berkaitan dengan "keakraban" dan "kemesraan" kedua bangsa tersebut

BANGSA PALESTINA

Bangsa Palestina merupakan bangsa asli yang mendiami wilayah yang sekarang dikenal dengan nama Jerusalem. sebagaimana tercatat sejarah, bangsa ini merupakan bangsa yang telah maju di banyak aspek. mulai dari aspek pertahanan dan keamanan, arsitektur, seni, pertanian dan lain sebagainya.

pada era tersebut, Jerusalem merupakan kota megapolitan. banyak berdiri gedung-gedung megah (rumah, kantor pemerintahan hingga kuil-kuil) yang dihiasi dengan banyak taman kota dan perkebunan yang menghijau. tidak berhenti disitu, kota tersebut juga dilindungi oleh tembok benteng pertahanan yang besar dan tinggi menjulang; menyiratkan kekuatan pertahanan dan keamanan bangsa Palestina.

kemjauan di banyak aspek tersebut ternyata tidak dibarengi dengan mental sosial yang baik. bangsa Palestina, saat itu, dikenal sebagai bangsa invaders, haus darah, suka berperang, tidak memiliki moral dan rendahnya sikap sosial. menurut sejarah kadan dogma bangsa Israel, mereka diutus menginvasi dan melenyapkan bangsa Palestina atas sikap brutal tersebut. menurut keyakninan bangsa Israel, hanya merekalah yang sanggup menghentikan kebrutalan bangsa Palestina.

sejak kedatangan para imigran (bangsa Israel) yang bertujuan menyerang dan menginvasi wilayah kekuasaan mereka, berangsur-angsur kemegahan, kejayaan dan keindahan wilayah yang didiami bangsa Palestina mulai beringsut dan berpindah tangan. sepertinya, inilah yang menjadi titik mula percikan api perselisihan bangsa Palestina dengan bangsa Israel.

BANGSA ISRAEL

dibandingkan dengan bangsa mesir, bangsa Israel masih lebih muda. bangsa Mesir telah menjadi masyarakat dan kerajaan yang mapan sejak era Yusuf ibn Ya'qub ibn ishaq ibn Ibrahim, seorang Nabi menurut kalangan Islam, masih unyunyu dan imut. bangsa Israel merupakan keturunan Ya'qub, bapaknya Yusuf.

menurut sejarah yang tercatat, Ibrahim memiliki dua putra, yakni Ismail dan Ishak. keduanya diproyeksikan secara berbeda oleh Ibrahim. Ismail diproyeksikan mendiami lereng pegunungan daerah Arabia bersama keturunannya. sedangkan Ishak dan keturunannya diproyeksikan untuk menjadi pengembara, menyebarakn ajaran-ajaran yang diikuti oleh keluarganya.

Ya'qub dan keturunannya mendiami sebuah dataran di sekitaran kekuasaan Mesir (belum didapati secara pasti dataran tersebut). hingga, ia harus ikut diboyong oleh salah seorang putranya, Yusuf, untuk ikut berimigrasi ke Mesir. inilah awal mula bangsa Israel bermukim di wilayah Mesir.

sepeninggal dan lengsernya Yusuf dari posisi penting di kerajaan mesir, bangsa Israel yang merupakan imigran, mulai tidak dihargai. terlebih, saat kalangan elit mesir memulai proyek kolosal yang sekarang dikenal sebagai Pyramid dan lain sebagainya. bangunan-bangunan tersebut dibangun dengan keringat dan darah bangsa Israel yang mulai diperbudak.

hal tersebut berlangsung bertahun-tahun, hingga salah satu tokoh dominan bangsa Israel mulai memiliki posisi penting di kalangan elit politik bangsa mesir. Musa mulai memperjuangkan harkat dan martabat kaumnya. deal-deal politik berlangsung alot antara Musa bersamakalangan minoritasnya dengankalangan bangsa Mesir yang saat itu memiliki kekuatan super power. tentu bukan hal mudah bagi Musa untuk memperjuangkan hak manusiawi bangsanya; bangsa Israel.

sampailah pada keputusan untuk melakukan imigrasi (lagi). mayoritas bangsa Isrel saat itu menolak ide gila yang ditawarkan Musa. "daripada dijajah berkalang tanah, marilah kita mencari Tanah Impian, sesuatu yang telah dijanjikan tuhan kepadaku dan kalian," kira-kira, seperti ituaah ajakan halus Musa guna meyakinkan kaum dan bangsanya. "Raimu!! Ide ga jelas! Ngayal! mimpi kowe!!" kurang lebih seperti inilah jawaban pesimistis sebagian besar bangsa Israel yang menolak ide Musa.

gonjang-ganjing politik mulai memanas, saat kalangan elit politik Mesir mencanangkan genosida bear-besaran terhadap bangsa Israel. mereka memerintahkan untuk membunuhi para pemuda bangsa Israel. mau tidak mau,ide gila Musa menjadi solusi praktis yang harus segera dilaksanakan.

tanpa banyak perbekalan dan ketiadaan peta dari Tanah Impian Tanah yang dijanjikan, mereka segera berlari berupaya menyeberangi Lautan. dengan menyeberangi lautan, mereka akan mudah melepaskan diri dari kejaran tentara bangsa Mesir. setelah melewati lautan dan lepas dari kejaran bangsa Mesir, bangsa Israel segera dihadapkan pada ketidakpastian lokasi Tanah Impian dan Tanah yang dijanjikan.

tanpa berbekal peta, apalagi Google Maps, mereka mulai dirayapi keputusasaan. cercaan, pembangkangan dan gerakan separatis mulai semakin nampak. perselisihan diantara kalangan sendiri yang disertai keputusaasaan tersebut dibarengi dengan perjalanan ketidakpastian tanpa jaminan menjadikan banyak diantara mereka yang gugur dalam perjalanan melintasi gurun, menaiki gunung dan bukit serta menuruni lereng.

hampir di keseluruhan masa kepemimpinan Musa, proyek mahal tersebut seakan-akan hanyalah mimpi belaka. barulah di akhir masa kepemimpinan Musa, mimpi tersebut mulai menjadi nyata. hanya saja, wilayah tersebut ternyata telah memiliki peradaban yang jauh lebih maju dibanding Mesir, baik dari segi arsitektur, pertahanan dan keamanan serta aspek lainnya.

di hadapakan pada kenyataan tersebut, mental budak dan nyali kecil mulai menjamur di benak mayoritas bangsa israel. mereka kembali mencerca dan menghina ketidak warasan Musa. "kami tidak memiliki optimisme semu yang selama ini kau pupuk bersama janji-janji atas nama Tuhanmu. pergilah bersama Tuhanmu dan khayalanmu, kami nyimak dari jauh aja gan..." nyinyir ejekan mereka terhadap Musa.

dengan ketelatenan dan optimisme yang coba terus menerus dihangatkan di atas tungku dogma, bangsa Israel menginvasi Tanah Impian Tanah Yang Dijanjikan. Hingga Musa menutup mata untuk selamanya, wilayah tersebut belum sepenuhnya dikuasai. barulah pada masa komando baru dibawah kepemimpinan Talut dan Daud, Tanah tersebut sepenuhnya dikuasai oleh bangsa Israel. Kisah kemenangan ini dibadikan menjadi kisah rakyat yang terkenal dengan sebutan, "Kisah Daud (David) dan Jalut (Goliath)".

*****

disarikan dari beragam sumber, setidaknya:
al-Quran al-Karim
Karen Armstrong, The Holy War
dan lain-lain

Kamis, 27 September 2012

Sepotong Senyum

Mak Yah bukanlah Mak Lampir seperti yang kukenal tujuh tahun silam. Orang tua bau tanah yang suka melarangku pergi ke tambak di pekarangan rumah. Parahnya, tumah itu adalah rumahku --tepatnya, milik orang tuaku-- sendiri. Keriput dan ubannya adalah mimpi buruk sepekan penuh tiap libur panjang sekolah. Tidak seperti kebanyakan temanku saat itu, yang menakuti sosok Dalbo, Genderuwo, maupun Buto, yang kesemuanya adalah makhluk beda wujud. Persamaan ketakutanku dengan teman-temanku hanyalah pada sosok Mak Lampir, hanya saja bagi mereka Mak Lampir itu sama seperti Dalbo dan Buto; 'tak kasat mata. Sedang, Mak Lampirku sungguh nyata yaitu Mak Yah, Nenekku dari jalur Ibuku.

Ketakutan masa kecilku bukanlah pengalaman pribadi, yang hanya aku seorang yang mengalami. Warga satu dusun --atau, mungkin juga satu desa--  yang tinggal bersama Mak Yah tidak pernah berani membantah. Mak Yah berkata "A", maka jadilah. Mak Yah berkata "ya", maka secara keseluruhan akan mengikutinya. Mak Yah adalah Mak Lampir paling nyata.

Tujuh tahun lamanya kami 'tak pernah bersua dan bertegur sapa. Gambaran masa kecilku tentang dia sepertinya sangatlah tepat; ia benar-benar Mak Lampir dalam wujud nyata! Mak Yah 'tak tersentuh oleh modernitas alat komunikasi. Hanya seonggok pesawat telpon tua --yang cara penggunaannya mengharuskan kita memutar-mutar angka-- yang menjadi penanda bahwa ia tidak benar-benar hidup di jaman revolusi eropa.

Masa kuliah S1 dan S2 benar-benar menyelamatkanku dari bencana Lampir Tua Bangka. Selama itu pula, berangsur mimpi burukku menjadi mimpi indah para remaja. Aku mulai mengkhayalkan Dodi yang tegap dan bidang postur tubuhnya. Atau sekedar mencurigai Andi yang lebih sering bersama teman cowoknya daripada menerima ajakan 6 bidadari dari Fakultas Ekonomi Universitas kami. Ya, keenam teman dekatku pernah menjadikan Andi sebagai target sayembara "Ratu" dari Ketujuh Bidadari. Dan, aku yang pertama melambaikan tangan tanda menyerah.

selama mas kuliah itu pula, aku 'tak pernah merindukan seringai tawa  Lampir Tua. Meski Mak Yah selalu menitipkan salam dan sesisir pisang susu kesukaanku, aku hanya membalas senyum dan ucapan terima kasih melalui kurir-kurir orang tuaku. Kemudian mereka akan berlalu pergi seraya tanpa banyak bertanya, dimana keesokan harinya menerjemahkan "kerinduan" singkat cucu kesayangan kepada Neneknya yang telah berada di ujung renta.

Hari ini adalah hari ulang tahun Mak Yah yang ke ... ehm, sepertinya aku lupa. Kain batik yang kubungkus semalam, pun, 'tak kuberi penanda. Ini bukanlah kelalaian, aku adalah orang-yang-Teliti-dan Cermat. Tidak ada satupun yang pernah terlewat. Kado kali ini sama seperti kado-kado bertahun yang lalu. Tanpa Penanda. Setidaknya, dengan tanpa batasan dapat memungkinkan pemaknaan yang seluas samudera.

"Ibu!!", sapaan ini telah kumulai sejak kecil dan takkan kurubah meski aku telah membeli enam kendaraan mewah; setidaknya aku telah membeli tiga. Diujung lorong, sayup terdengar balasan, "ada apa, Mona? Ibu musti menunggui ovenan kue kesukaan nenekmu." Jika aku tidak segera menghambur ke dapur, aku percaya tidak lama lagi ketiga kendaraan mewahku akan menjadi batu!

"Bu, hari ini ultah Mak Yah yang ke- 89 yah?", kusunggingkan senyum manis tercantikku. "Kamu sedang lupa atau menggoda? Seingat Ibu, kamu 'tak pernah lupa dengan deretan angka-angka", sepertinya Ibu menyidirku. Akupun menukas, "ayolah, peluang kealpaan manusia masih terbuka, khan??"

Mak Yah sama sekali tidak terkejut dengan kedatangan kami. Tentu saja,  selain hari raya, hari ini adalah hari rutin tahunan kami menjenguknya. Dari semua kado yang diterimanya, senyum lebarnya adalah bertepatan saat membuka kado kecilku; kain batik berwarna putih. Sambil merangkulku, ia mengecupi seluruh wajahku; dahi, kedua pipi dan hidung mancungku. Bisikan hangat Mak Yah terdengar jelas di telinga kananku, "Tujuh tahun ini, kedatanganmulah yang paling kutunggu". Masih tergagap dengan kehangatan itu, kulihat dengan jelas seutas senyum termanis yang pernah mampir di wajah Nenekku, Mak Yah.

Senyum kagetku ternyata cukup menjawab semua "sambutan-tujuh-tahun" yang mendadak dan 'tak pernah kusangka. Sepertinya, aku sedang bertemu dengan Dewi Sri bukan Mak Lampir lagi. Di sela  menggumpalnya air kebahagiaan di pelupuk mataku, batinku mengucap "Sepotong senyummu lebih manis dari pada jumlah keseluruhan pisan susu yang kau kirimkan, Nek".

****

Ode buat seorang kawan, "baik-baiklah dengan nenekmu, mungkin kau belum pernah kehilangan cinta yang 'tak pernah renta"

Kamis, 13 September 2012

Nananina Nananinu

saya yakin, diantara pembaca blog ini pasti pernah mendengar, membaca   atau sekedar menemui "idiom" tersebut; Nananina- Nananinu. pertama kali saya mendengar kata tersebut diucapkan, "hahaha" menjadi respon terlengkap yang lebih mudah dimengerti. ya, saya tertawa. hingga hari ini, saya belum menemukan alasan jelas dari tawa saya tersebut.

Idiom Nananina Nananinu [saat proses penulisan esai ini, saya masih 'tak berhenti tertawa, haha] saya temui pertama kali dengan tanpa sengaja. idiom tersebut seperti terjatuh dari atas genteng tanpa menggunakan parasut. "gedebuk", saya pikir suranya terdengar seperti itu.

menurut pihak yang mengucapkannya pertama kali di hadapan saya, yakni terdakwa Ndindi [nama inipun masih membuat saya terbahak setiap mengingat Nananina Nananinu, hahaha!], idiom Nananina Nananinu berasal dari Magetan [atau, kalo tidak salah Magelang; saya sedikit sulit membedakan dua kota tersebut].

sedangkan aspek aksiologis dari idiom Nananina Nananinu [haha], kedua kata tersebut bisa digunakan secara terpisah maupun sepaket. anda dapat menyebutkannya, "Nananina" sembari menggoyangkan kedua bahu ke kanan dan ke kiri ataupun ke depan dan ke belakang. anda juga dapat menyebutkan idiom tersebut secara sepaket seperti, "Nananina Nananinu" seraya menggoyangkan kepala ala india atau masa kecil tina toon.

***
sampai pada bagian ini, tawa saya kembali meledak; haha. tanpa sengaja, bapak kos menghampiri saya seraya bertanya, "are you fine?!" senyum unyunyuku mampu menjawab pertanyaan alien yang datang mengendarai piring terbangnya yang mirip kijang kapsul era awal 2000-an.
***

masih di bagian aksiologis, idiom ini biasanya digunakan pada kesempatan-kesempatan yang mirip dengan penggunaan idiom, "ada deeeh" , sambil menarik bibir kiri ke arah bawah dibumbui gaya centhil [haha, lagi]. di kesempatan lain, secara tidak sengaja saya kembali mendapati idiom ini terlantar di salah satu profil akun jejaring sosial ikonik "f". saya tidak dapat menyertakan data asli tersebut guna melindungi hak saksi-saksi. sebagai gantinya, saya dapat mengilustrasikannya yakni "Rahayu Nananinu". [jika pembaca masih sangsi keberadaan akun dengan +Nananinu, dapat menelusuri kata kunci tersebut disini]

hingga detik ini, saya masih belum mendapati kamus yang dapat mengartikan idiom tersebut. idiom yang baru lahir ini memliki potensi sukses seperti idiom berikut, "masalah buat gue?!" saya berani bertaruh, tidak lama lagi idiom ini akan menasional seperti Gangnam Style dan idiom "terus, gue mesti bilang WOW gethoooo?!" [haha].

bila anda mendapati idiom-idom ini berkeliaran di sekitar anda, saya sarankan untuk mengikuti beberapa tips sederhana di bawah ini:
1. tetap bersikap biasa dan cool;
2. jangan membuat gerakan tiba-tiba, sebab hal itu akan direspon dengan scangat cepat oleh tersangka;
3. jika anda tidak mampu untuk menahan tawa, segeralah mencari ruang terbuka [agar anda disangka gila, haha]

Selasa, 21 Agustus 2012

Sendirian Saja

manusia merupakan makhluk multi dimensional. ia masuk golongan makhluk individual sekaligus sosial, yang memiliki keterkaitan secara spiritual dan emosional.

namun, jika anda mencermati kembali, pada dasarnya manusia ditakdirkan sendiri. manusia dilahirkan ke dunia hanya seorang diri. berada di rahim seorang ibu, pun sendirian. setelah mati, pada saat dikuburkan, kita akan didatangi oleh malaikat dalam kondisi sendirian. dan, saat menghadapi pengadilan sesudah mati. kondisi yang --sebagaimana dikisahkan dalam teks suci-- memungkinkan berhadapan dengan Tuhan untuk mempertanggungjawabkan setiap perbuatan dalam kondisi sendirian.

dari sekian banyak kondisi tersebut, terdapat beberapa pengecualian. hanya bayi kembar yang dilahirkan tidak sendirian. hanya korban musibah massal yang akan dikuburkan dengan berdesakan ("kiri empat, kanan tujuh" ungkapan kernet di terminal Krian, Sidoarjo) di liang kubur yang sama. dalam ruang sempit dan berdesakan tersebut, sepertinya Malaikat divisi kubur harus membuat antrean untuk menertibkan jiwa-jiwa yang sedang menuju keabadian.

dan, hanya penghuni neraka yang akan mendapat balasan dan siksaan secara massal. bukankah banyak dikisahkan, para penghuni surga adalah kalangan elit yang telah mendapat jatah istana secara personal. disebutkan, "mereka (para penghuni surga) dalam kondisi yang nyaman dan bergelimang kenikmatan, sembari melempar pandangan di atas singgasana masing-masing" 83:22-23.

06 Feb 2007

Kamis, 16 Agustus 2012

Puasa Misuh

kali ini, saya menceritakan kisah nyata dari seorang sahabat. ia masih sangat hidup saat tulisan ini dibuat. mari kita sebut saja ia sebagai "Jaka".  saya menaruh keyakinan penuh ia masih mampu menjaga "keperjakaannya" di lingkungannya yang "basah".

seperti kebanyakan orang etanan, Jaka memiliki watak keras dan tegas. meski secara pribadi saya lebih meyakini kata terakhir yang kupilih, beberapa teman mengartikan sikap-sikap Jaka sebagai perwujudan kata "keras" yang merujuk pada idiom-idiom: keras kepala, watak keras, intoleran, egois dan lain sebagainya. di luar semua itu, bagiku ia sangat menjungjung tinggi persahabatan.

gaya bicaranya yang meletup-letup terkesan tidak cocok dengan kisah hidupnya yang telah menahun di Yogyakarta. kurasa, kesan kalem Yogyakarta tidak banyak membantunya keluar dari logat ibu pertiwinya. logat dan gaya bicaranya ini sering membatasi orang baru untuk mendekat dan mengenalnya. itulah sebab jarang ada wanita baru yang mendekat kepadanya.

statusnya yang telah resmi menjadi sarjana pada empat bulan yang lalu tidak banyak mengubah gayanya; mulai dari berpakaian dan menanggapi teman baru. di satu waktu, ia sangat cocok dengan setelan resmi. menegaskan kelas dan sikapnya yang tegas. di kesempatan lain, ia pun pantas mengenakan celana kasual dan kaos oblong kesukaannya yang telah menguning.

kontradiksi sikapnya akan sulit diterjemahkan, mengingat kesukaannya dalam misuh (biasanya diterjemahkan sebagai "berkata kotor") dan kalimah toyyibah (dzikir atau ucapan-ucapan baik yang biasanya dirapal oleh umat Islam sebagai doa). ya, di banyak kesempatan akan mudah didapati Jaka menyumpah serapah ala wong etanan. pun, jika anda mencermatinya, bibirnya sering bergetar mengucap istighfar, tasbih, tahmid bahkan tahlil. "kontradiktif" adalah kata yang mampu menyederhanakan keanehan Jaka.

pada bulan ramadlan, bulan yang disucikan oleh umat islam, sikap yang sedikit berbeda ditunjukkan oleh Jaka. di bulan yang mewajibkan setiap pemeluk islam berpuasa, tidak akan didapati serapah yang keluar dari mulut Jaka. sebagai seorang sahabat dekat, saya tidak banyak mempertanyakan jalan hidupnya. dengan sedikit berasumsi, saya hanya menyangka ia sedang malas misuh atau sekedar menghormati job ceramahnya yang membeludak di bulan penuh berkah itu.

di satu waktu saat kami berkumpul menikmati hidangan buka puasa, salah seorang teman bertanya mengenai keanehan tersebut. "dungaren, kok ga misuh? wis tobat po??" dengan senyum khasnya, Jaka menjawab singkat, "hormatilah bulan puasa".